
“Serat Centhini adalah harta luar karun biasa bangsa Indonesia yang harus diperkenalkan kepada dunia,” tambahnya.
Dalam buku sadurannya yang berjudul yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Laddy Lesmana, Serat Centhini terdiri dari 400 halaman yang bukan merupakan ringkasan buku asli, namun terjemahan.
“Buku aslinya terdiri dari 4.000-an halaman yang terdiri dari 12 jilid dengan ketebalan 4.200 halaman. Kini dalam buku saduran saya hanya terdiri dari 400 halaman. Ini buka menyingkat, tapi menyadur” ujarnya.
Berawal dari seorang Mohammad Rasyidi, Menteri Agama RI pertama yang mengerjakan disertasi doktornya tentang kitab Centhini: “Critique et Consideration du Livre Centhini” di Universitas Sorbonne, Paris pada tahun 1956, Elizabeth D. Inandiak mulai tertarik dengan salah satu karya sastra pujangga Jawa ini. Terlebih ketika pada tahun 1996, Duta Besar Perancis untuk Indonesia, Thierry de Beauce terpesona dengan Serat Centhini dan bersedia untuk membiayai sebuah saduran karya adiluhung yang terancam sirna itu.
Oleh sejumlah pihak, Serat Centhini yang saat ini juga telah berhasil disadur ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. Dr. Marsono dari Universitas Gadjah Mada (UGM), kadang disamakan dengan Kama Sutra, Ramayana, ataupun Mahabarata. Faktanya, Serat Centhini menggambarkan seluruh sifat manusia yang ada dalam ketiga cerita tersebut di atas.
Sumber: gudeg.net.