Pada kasus usus buntu yang sudah pecah / mengalami perforasi sayatan luka operasi biasanya agak cukup lebar (bisa disamping / kanan bawah perut atau di bagian tengah perut - tegak lurus) dan umumnya disertai pemasangan drain (selang) di perut kanan bawah. Drain / selang ini fungsinya adalah untuk mengeluarkan / mengalirkan sisa bekuan darah / nanah yang berasal dari rongga perut.
Setiap dokter bedah selalu akan memberikan penjelasan tentang kondisi usus buntu yang dialami oleh pasien dan kemungkinan2 yang terjadi setelah operasi.
Gejala apendisitis lebih banyak ditentukan lewat pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh seorang Dokter. Pemeriksaan laboratorium hanya membantu dan sebagai persiapan untuk pre operatif. Tidak selalu apendisitis disertai dengan nilai laboratorium darah leukosit yang meningkat, tapi pada kasus perforasi pasti disertai dengan leukosit yang meningkat.
Pemeriksaan apendikogram dapat dilakukan pada kasus yang meragukan biasanya pada apendisitis yang sifatnya kronik.


Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah operasi. Pernah dicoba pengobatan dengan antibiotik, walaupun sembuh namun tingkat kekambuhannya mencapai 35 %. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari.
Epidemiologi
Apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua, dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.
Penyebab
Kita sering mengasumsikan bahwa apendisitis berkaitan dengan makan biji cabai. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Namun yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Yang menjadi penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah fekalit. Fekalit terbentuk dari feses (tinja) yang terperangkap di dalam saluran apendiks. Selain fekalit, yang dapat menyebabkan terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda asing yang tertelan. Beberapa penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat terhadap timbulnya apendisitis. Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang air besar, sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus yang pada akhirnya akan menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.
Pemeriksaan Tambahan
Pada pemeriksaan laboratorium, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah). Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Meskipun terdapat beberapa pemeriksaan tambahan seperti diatas yang dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis, namun gejala klinis sangat memegang peranan yang besar.