UANG UNTUK BUDI
Posted by
widodosarono
Labels:
Kisah Motivasi
Di suatu hari Minggu tahun 70-an seorang remaja datang ke rumah saya. Bocah itu bernama Budi. Ia merupakan keponakan pembantu rumah tangga saya. Setelah mengobrol sana-sini Budi mengutarakan maksud kedatangannya.
“Saya pinjam uang Pak”, katanya. “Saya mau berangkat praktik lapangan di Yogyakarta. Tapi, jika Senin besok tidak bisa melunasi pembayaran, saya tak bisa ikut,” tambahnya.
Budi duduk di tingkat akhir sebuah sekolah menengah kejuruan di Bogor. Praktik lapngan bagi siswa seperti Budi sangatlah penting. Tanpa itu, ia takkan lulus. Tapi, sebagai pegawai negeri pada 1970, gaji saya tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan hidup selama satu bulan. Waktu Budi datang, jumlah uang yang ia perlukan adalah setengah dari sisa uang yang masih ada untuk melewati hidup selama satu bulan, padahal tanggal gajian masih lama. Saya pun merenungkan permintaannya.
Tak lama kemudian, saya memutuskan untuk memebrikan uang yang dia butuhkan. Jelas, Budi lebih membutuhkan uang itu ketimbang saya. To, saya masih tetap beruntung. Isteri saya bekerja sebagai kepala sebuah apotik. Dari tempatnya bekerja, ia mendapat fasilitas rumah, mobil dan gaji yang lebih besar dari saya. Artinya, masih ada “pegangan” jika terjadi sesuatu.
Setelah Budi pulang saya berdoa. Masih terngiang dengan jelas “laporan” saya kepada-Nya: “Ya Tuhan, saya tidak tahu apakah tindakan saya ini bodoh atau tidak? Namun saat ini Budi lebih membutuhkan uang itu. Saya percaya rezeki semua makhluk ada pada-Mu.”
Khawatir mengganggu pikiran istri saya, sengaja saya menyembunyikan peristiwa Budi darinya. Keesokan harinya, Senin, kantor saya kedatangan seorang tamu dari salah satu negara tetangga. Ia berminat menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu tujuannya ke Indonesia untuk melihat kondisi hutan di Indonesia secara langsung. Lalu, atasan saya memanggil saya dan mengenalkan saya kepada tamu itu. Atasan saya menugasi saya untuk menjadi teman dan pemandu bagi tamu tersebut selama satu minggu. Kami pun memulai perjalanan keesokan harinya, Selasa.
Sebelum jam kerja usai, tamu tersebut mendekati saya dan memberi amplop sembari berkata, “Ini bekal untuk keluargamu selama kamu mengantar saya.” Saya tak langsung membuka amplop itu. Setibanya di rumah, baru saya membukanya. Alangkah kagetnya saya, ternyata jumlah uang di dalam amplop itu lima kali lipat dari uang yang saya pinjamkan kepada Budi.
Keajaiban ini mulai membangkitkan keyakinan saya bahwa Tuhan mengetahui apa yang saya lakukan. Buktinya, Dia membalas dengan berlipat ganda pertolongan yang telah saya berikan kepada orang lain.-
*) Dikutip dari buku “Dengarkan Hatimu Berbisik” karangan Muhammad Kuswanda. Diterbitkan oleh Penerbit Zaman.