
Kisah Tamu Alloh : Koyimah, Haji Lewat Pijatan
Posted by
widodosarono
Labels:
Kisah Motivasi

Wajahnya selalu terlihat ceria.
Ia menjadi tumpuan jamaah kloternya. "Sehari ada satu-dua jamaah yang dipijat," ujar Nining, jamaah asal Labuan Batu yang mengasuh Koyimah.
Koyimah harus menunggu lima tahun untuk bisa melunasi tabungan hajinya. Ia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang hasil kerja memijat bayi dan jualan sayuran.
Saat berangkat dari embarkasi Medan, Koyimah yang dari Labuan Batu itu, diantarkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali. Ia tergabung dalam kloter awal yang berangkat dari Tanah Air, dan kloter awal yang tiba di Makkah.
Rabu (10/11) Suryadharma menengok Koyimah di pondokannya, di Maabdah, Makkah. Bercanda dengan Suryadharma, Koyimah spontan menggapai tangan Suryadharma, kemudian memijatnya. Sambil memijat, mereka berbincang. Beberapa kali perlu diterjemahkan, karena Koyimah sering menggunakan bahasa Jawa. Jamaah dari Labuan Batu banyak yang menggunakan bahasa Jawa.
Koyimah menganggap Suryadharma seperti cucunya sendiri, karena itu kemudian ia memijatnya. "Tangannya berisi," ujar Koyimah, yang membuat Suryadharma tersenyum. Meski Suryadharma meminta agar Koyimah menyudahi pemijatannya, ia terus memijat. Dari tangan kiri beralih ke tangan kanan. "Selama di sini, Nenek belum pernah sakit. Insya Allah sehat terus," ujar Nining.
Sehat, ceria, siap membantu jamaah yang membutuhkan pijatan. Meski baru sekali ke Masjidil Haram, ia pun tak marah. Dengan kondisi di Masjidil Haram yang penuh sesak, Koyimah mengalah untuk tak berangkat ke Masjidil Haram. Ia memilih cukup di pondokan, membantu jamaah yang membutuhkan pijatannya."Melayani jamaah haji itu pahalanya besar," ujar Kepala Urusan Masjidil Haram dan Masjidil Nabawi, Syekh Shaleh Abdurrahman Al-Hussaini. Insya Allah. Sekali-sekali saya juga menerima permintaan dari teman-teman yang membutuhkan pijatan karena masuk angin atau merasa capek, sejak di Asrama Haji.
Saya membayangkan, jika semua jamaah seperti Koyimah, betapa indahnya perjalanan haji jamaah dari Indonesia. Tak perlu ada acara jamaah menggebrak-gebrak meja, tak perlu ada acara dobrak pintu. Tak perlu ada jamaah yang menonjok petugas. Tak perlu ada jamaah yang iri pada jamaah lain. Tak perlu setiap hari melakukan demo karena dorongan rasa iri itu.
Suryadharma pun memuji Koyimah, karena dalam usianya yang sudah tua, ia bisa menjaga kesehatan dan tulus membantu jamaah lain. Tak terdengar keluhan darinya, sejak kami bertemu pertama kali hingga pertemuan kemarin. Jamaah lain, begitu bertemu kami, ada saja yang dikeluhkan. Mulai dari soal sedikitnya petugas di pintu-pintu Masjidil Haram hingga lamanya menunggu bus. Mereka berharap ada banyak petugas haji Indonesia di masjidil Haram, sehingga jika ada anggota rombongan yang tercecer mereka bisa meminta bantuan kepada para petugas itu.
Selalu saja ada jamaah yang tercecer. Naif, jamaah yang sempat tercecer sempat berdialog dengan Suryadharma. Ketika Suryadharma melihat kartu pondokannya, di kartu itu belum ditulis keterangan tentang nomor rumah pondokan Naif. Banyak jamaah yang memaksakan diri ke Masjidil Haram sehingga akhirnya kebingungan pulang atau malah tak sampai di Masjidil Haram. Sugimin (67 tahun) adalah salah satu contoh. Rombongannya bersepakat akan beriktikaf di Masjidil Haram pada pukul 23.00. Ia tak sabar, ia memilih berangkat sendiri selepas Ashar. Tapi, ia malah berjalan menjauhi Masjidil Haram.
Kami menemukan jamaah dari Demak itu di wilayah Awali, tak jauh dari Kudai tempat terminal transit berada. Ia berjalan sendirian menenteng jerigen membelakangi Menara Jam Makkah. Itu berarti ia semakin menjauhi Masjidil Haram. Jarak Kudai ke Masjidil Haram lebih jauh dibandingkan jarak Bahutmah tempat pondokan Sugimin berada ke Masjidil Haram. Ia telah berjalan sekitar satu jam, cukup untuk mencapai jarak lima kilometer.
Menjaga agar jamaah tidak tercecer, Rombongan I Kloter 34/SOC dari Magelang, memilih membuat kesepakatan. Pergi ke Masjidil Haram bersama, selama di Masjidil Haram juga bersama, pulang ke pondokan juga bersama. Waktu untuk pergi ke Masjidil Haram pun disepakati terlebih dulu. "Alhamdulillah, dengan kesepakatan ini, belum ada di antara kami yang tercecer," ujar Susilastyo Utomo, salah satu jamaah Rombongan I Magelang itu. [kmnag/ms]